Tampilkan postingan dengan label PBA. Ilmu Hadis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PBA. Ilmu Hadis. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Maret 2020

Part 2: Ulmul Hadis PBA C


Cara penerimaan dan penyampaian hadits, dapat di simpulkan menjadi delapan macam sebagai berikut:
1)      Al-Sima’
Maksudnya yaitu murid mendengar sendiri dari perkataan gurunya baik dengan cara mengimlakkan maupun bukan, baik dari hafalannya maupun membaca tulisannya. Menurut Jumhur ahli hadits, bahwa Al-sima’ (mendengarkan) yang di barengi dengan al kitabah (tulisan) merupakan cara yang terbaik, karena terjamin kebenarannya dan terhindar dari kesalahan di banding dengan cara-cara yang lainnya.
سَمِعْنَا , ( سَمِعْتُ) , حَدَّثَنَا , أَخَبرنَا , أَنْبَأَنَا , قَالَ لًنَا , ذَكَرَلَنَا
2)      Al-Qiro’ah ‘ala al-syaikh
Maksudnya yaitu dengan cara seorang murid membacakan hadits di hadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan maupun orang lain yang membacakannya, sedangkan dia mendengarkannya. Sighat ada’ al hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang di gunakan oleh perawi atas dasar al qiro’ah ‘ala al syaikh adalah:
قَرَأتُ عَلَيْهِ                            (saya telah membaca di hadapannya)
 قُرِئَ عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَع      (di bacakannya oleh seorang di hadapannya                                                   (guru) sedang saya mendengarkannya)
أَخْبَرَنَا قِرَاءَةً عَلَيْهِ               (telah mengabarkan kepada kami secara                                                         pembacaan di hadapannya)
أنْبَأَنَى قِرَاءَةً عَلَيْهِ                (telah memberitahukan padaku secara                                                             pembacaan di hadapannya)
3)      Al-Ijazah
Maksutnya yaitu seorang guru memeberikan izin kepada muridnya untuk menyampaikan hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu sekalipunsang murid tidak membacakan kepada gurunya atau mendengar bacaan gurunya.
Cara yang demikian ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak memperbolehkan.
Sedangkan yang membolehkan menetapkan syarat denagn cara ijazah, yakni: bahwa sang guru harus bener-bener ahli ilmu dan mengerti kitab yang diijazahkan, serta naskah muridnya harus menyamai dengan yang asli sehingga seolah-olah naskah tersebut adalah aslinya.
Shighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan Hadits) yang digunkan oleh perawwi atas dasar ihazah, diantaranya :
أَخْبَرَنَا فُلَانٌ إجَازَةً
(Fulan telah memberikan kabar kepada kami dengan cara ijazah(

فِيْمَا اَجَازَنِى فُلَان
( mengenai apa yang telah dijazahkan).

4)      Al-munawalah
Maksudnya adalah seorang guru memberikan kitab asli atau Salinan kitab yang telah di koreksi kepada muridnya untuk diriwayatkan. Cara ini terdiri atas dua macam yaitu : Al-Munawalah yang dibarengi ijazah dan Al-Munawalah yang tidak dibarengi ijazah sighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan hasits) yang digunakan oleh perawi atas dasar Al-Munawalah diantaranya :
فِيْمَا نَاولَنَا
(telah memberikan kabar kepada kami dengan cara Al-Munawalah)
أخْبَرَنَا مُنَاوَلَة
(mengenai apa yang diberikan kepada kami dengan cara Munawalah).
5)      Al-Mukatabah
Maksudnyaa adalah seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menuliskan sebagian haditsnya untuk diberikan kepada murid yang ada dihadapannya atau tidak hadir dengan jalan mengirim surat melalui orang yang
dipercaya untuk menyampaikannya. Cara ini terdiri atas dua macam yaitu Al-Mukatabah yang dibarengi ijazah dan Al-Mukatabah yang tidak dibarengi ijazah.
Sighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunkan oleh perawi atas dasar Al-Mukatabah diantaranya adalah :
كَتَبَ إلَيَّ فُلًاَن
(Fulan telah menuliskan kepadaku)

6)      Al- I’lam
Maksudnya adalah pemberitahuan seorang guru kepada muridnya, bahwa hadits atau kitab yang diriwayatkan, dia terima dari seseorang tanpa menyatakan secara jelas kepada muridnya untuk menyampaikan hadits tersebut.
Sighat ada’ Al-Hadits (bentuk menyampaikan hadits ) yang digunakan oleh perawi atas dasar al-I’lam diantaranya :
أَعْلَمَنَى فُلَانٌ.... قَالَ حَدَّثَنَا
(Fulan telah memberitahukan kepadaku, dia berkata : telah menceritakan kepada kami)
فِيْمَا أعلَمَنى شَيْخِى
(mengenai apa yang telah diberitahukan kepadaku dari guruku dengan cara I’lam)
7)      Al-Washiyyah
Maksudnya adalah seorang guru ketika akan meninggal atau berpergian jauh, meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan kitabnya apabila dia meninggal atau berpergian. Periwayatan dengan cara ini menurut Jumhur ulama dianggap sangat lemah.
Sighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan Hadits) yang digunakan oleh perawi atas dasar Al-Washiyyah diantaranya :
أَوْصَى إلَى فُلَان
(Fulan telah berwasiat kepadaku)
أَخْبَرَنَى فُلَان بِالْوَصِيَّةِ
(Fulan telah mengabarkan padaku dengan cara wasiat)
8)      Al-Wijadah
Maksudnya adalah seseorang memperoleh kitab orang lain tanpa proses sima’, ijazah atau munawalah.
Misalnya seseorang menemukan hadits dari tulisan-tulisan orang semasanya atau tidak semasanya, tetapi dia tahu persis bahwa tulisan tersebut merupakan tulisan orang yang bersangkutan (syaikh) melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya.
Sighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan Hadits) yang digunakan oleh perawi atas dasar Al-Wijadah diantaranya :
وَجَدْتُ فِى كِتَاب فُلَان
(Saya menemukan dalam kitab Fulan )
وَجَدْتُ بِخَطّ فُلَان
(saya menemukan dalam tulisan Fulan)[1]
 
 
Bagaimana dengan penyampaian dan penerimaan hadis melalui Google, Aplikasi dan sebagainya pada era 4.0?

[1] 
Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits : Praktis dan Mudah (Yogyakarta : Penerbit Teras, 2013) , hlm 51

Part 2: Ulumul Hadis PBA B



Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah sesuatu yang dinisbahkan dari diri Nabi saw. Baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati, tanpa membicarakan shahih atau tidaknya. Dengan demikian ilmu hadits riwayah mempelajari periwayatan yang mengaku mula siapa, siapa dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan shahih atau tidaknya suatu periwayatan yang meliputi :[1]
     1.    Cara periwayatannya
yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain.
     2.    Cara pemeliharaan
yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadits.Ilmu hadits riwayah bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya.Pada masa Nabi Muhammad saw. para sahabat dilarang menulis hadits.[2]
Tujuan dan faedah mempelajari ilmu hadits riwayah ini ialah untuk :[3]
    1.    Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan kekurangan dalam periwayatan.
    2.    Memelihara kemurnian Syariah Islamiyah karena sunnah atau hadits adalah sumber hukum islam.
    3.    Menyebarluaskan sunnah kepada seluruh umat Islam sehingga sunnah dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
   4.    Menekuni dan meneladani akhlak Nabi saw. Karena tingkah laku dan akhlak beliau terperinci dimuat dalam hadits.
    5.    Melaksanakan hukum-hukum Islam serta memelihara etika-etikanya, kerena seseorang tidak mampu memelihara hadits sebagai sumber syari’at Islam tanpa mempelajari Ilmu Hadits Riwayah.

     Simpulannya, mempelajari ilmu riwayah dalam mengkaji hadis adalah...


[1]Dr.H.AbdulMajidKhon,M.Ag(2010).UlumulHadis.AMZAH:Jakartahal.69-70.
[2]Muhammad Ahmad. Ulumul Hadits. Bandung:Pustaka Setia.2004.hlm.52-53
[3]Dr.H.AbdulMajidKhon,M.Ag(2010).UlumulHadis.AMZAH:Jakarta hal.70-71