Tampilkan postingan dengan label Ilmu al-Quran dan Tafsir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmu al-Quran dan Tafsir. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Maret 2020

Part 3: Rizki, konsep Qurani yang terlupakan IAT A

Rizki adalah salah satu term yang banyak dijumpai dalam al-Quran. Setidaknya, kurang lebih term itu berjumlah 23 kata. Meskipun begitu, term tsb adalah sesuatu yang tak tersentuh/terpikirkan sebagaimana pemaparan pemakalah berikut ini:

Rizqi atau rezeki, menurut dawam rahardjo adalah sebuah konsep penting dalam Al-Qur’an, yang melebihi konsep riba dan zakat. Tetapi konsep rizq tidak mendapatkan perhatian yang lebih dari pemikir-pemikir muslim baik klasik maupun kontemporer. Dengan merujuk ibn khaldun, dawam mengatakan konsep ini dibahas dalam muqaddimah yang kemudian dihubungkan dengan konsep-konsep ‘penghasilan’, ‘keuntungan’, ‘kebutuhan’, ‘penghidupan’, ‘ hak milik’. Dan akumulasi modal. Menurut ibn khaldun, yang menghasilkan suatu nilai tertentu yaitu nilai yang menghasikam kerja.

Pada tempat lain, pemakalah menulis pernyataan sebagai berikut:

Menurut ibn faris kata rizq berarti pemberian untuk waktu tertentu. Terdapat perbedaan dengan al hibah. Makna rizq menjadi meluas, bermakna pangan ,gaji, dll. Sehingga rizq dapat diartikan segala bentuk pemberian yang dapat dimanfaatkan dengan baik.
Banyak para mufasir yang mendefinisikan rezeki, missal sayyid quthb yang mendefinisikan bahwa rezeki bias berbentuk kesehatan,udara,keberadaan dibumi, dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan.
 Buya hamka juga menedefinisikan bahwa rezeki adalah pemberian yang di berikan Allah kepada makhluknyauntuk dimanfaatkan dalam kehidupan. M. quraish shihab menurutnya rezeki adalah suatu yang dapat di gunakan dengan baik dalam berbagai bentuk material maupun spiritual.
Para Ulama mendefinisikam tentang rezeki. Fakhruddin Ar-Razi berpendapat rezeki adalah bagian. Artinya bahwa seseorang mempunyai bagian sendiri yang bukan menjadi bagian orang lain. Fakhruddin Ar-razi membantah dengan pendapat yang bahwasannya rezeki adalah sesuatu yang bias dimakan dan digunakan. Karena Allah menyuruh kita menafkahkan. Dan ulama dari aliran ahl sunnah wal jama’ah berpendapat rezeki adalah sesuatu yang bermanfaat, baik halal maupun haram, kalau di lihat dari segi kebahasaan artinya bagian.

Apakah benar, term Rizki adalah komoditi tafsir dan diskusi belaka? Bukan sebuah term yang dapat membangun Ekonomi Islam?

Rabu, 25 Maret 2020

Part 3: Kuliah Sintagmatik Al-Quran kelas B

Setiap kata yang tersusun dalam sebuah kalimat memiliki hubungan erat. Begitu juga dengan setiap kalimat memiliki hubungan erat antar kalimat seperti dalam sebuah ayat al-Quran. Simak pemaparan pemakalah sbg berikut ini:

Sintagmatik merupakan suatu analisis yang berusaha untuk menentukan makna yang lebih tepat dalam suatu teks dengan cara memperhatikan kata-kata di depan dan di belakang kata yang sedang dibahas dalam suatu bagian tertentu pada sebuah tuturan. Adapun hubungan sintagmatik yaitu hubungan antar suatu unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, serta bersifat linear.
Sintagmatik juga dapat dikonsepkan sebagai hubungan yang dimiliki oleh satu kata dengan kata yang lain, yang jika tidak ada salah satunya maka suatu pernyataan tidak dapat sempurna.

Penerapannya, pemakalah mengambil contoh ayat al-Quran sbg berikut:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (34)
Artinya : “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. al-Araf : 34)
Penggunaan term ummah dan ajal pada ayat tersebut memberikan peluang lahirnya ragam pemaknaan yang berbeda-beda. Secara etimologi istilah ummah tersusun dari huruf hamzah dan mim ganda, yang mempunyai beberapa makna dasar seperti asal, tempat kembali, kelompok, agama, postur tubuh, masa, dan tujuan.
Kata ummah yang terdapat dalam al-Quran menunjukkan arti kelompok manusia dengan makna yang berbeda-beda, diantaranya:
Ummah memiliki arti setiap generasi manusia yang diutus kepada mereka seorang Nabi ataupun Rasul.
Ummah dapat bermakna jamaah atau golongan manusia tertentu yang menganut agama tertentu.
Ummah berarti himpunan manusia dari berbagai lapisan sosial, yang terikat oleh ikatan sosial tertentu.
Ummah bermakna seluruh golongan ataupun bangsa manusia.
Penggunaan term ummah pada ayat-ayat makkiyyah, secara umum mengacu pada penekanan makna pada kesatuan masyarakat, dengan mengakomodir berbagai kelompok primordial yang ada. Termasuk juga di dalamnya penekanan akan titik temu berbagai kepercayaan masyarakat. Sedangkan term ummah pada ayat-ayat madaniyyah lebih banyak dikaitkan dengan kelompok Islam itu sendiri.

Bagaimana menurut teman tentang hubungan Sintagmatik "ummah", setuju atau menolak pendapat pemakalah? Silahkan berdiskusi

Senin, 23 Maret 2020

Part 3: Kuliah Rizqi Perspektif al-Quran IAT B

Setiap berbicara Rizqi, mahzab teologi qt selalu ikut berperan mempengaruhinya. Simak pemaparan pemakalah berikut ini:

Secara umum rizqi yang Allah berikan tidak hanya kepada manusia saja, akan tetapi mencakup seluruh makhluk yang ada di dunia. Sedangkan secara khusus adalah rizqi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan Usaha berarti bertindak, berbuat, berjalan, bergerak untuk mendapatkan sesuatu yang dimaksud. Islam mendorong setiap individu untuk bekerja keras merupakan cara yang dianjurkan oleh Al-Qur’an untuk menjaga diri dan kehormatannya.

Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan melakukan perbuatan. Manusia mempunyai kekuatan untuk mengatur kehendaknya sendiri atau mengurungkan kehendak tersebut. Dalam mengambil keputusan yang menyangkut tingkah lakunya sendiri maka tidak ada campur tangan Tuhan disana. Oleh karena itu jika seseorang diberi ganjaran baik surga maupun neraka di akhirat itu adalah berdasarkan pribadinya sendiri, bukan karena takdir Tuhan.

Begitu pula dengan rizqi dan usaha manusia menurut kaum Qadariyah, manusia lah yang menentukan qadariyahnya masing-masing. Apabila manusia mau berusaha dengan sungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya begitu pula sebaliknya  jika manusia itu lalai dan tidak mau berusaha maka rizqi itu tidak akan datang. Begitu pula dengan nasib seseorang, kecuali orang itu yang merubahnya.

Paham yang dibawa oleh Jahm ibn Shafwan beranggapan bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perbuatan, manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak adanya kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya

Menurut Ibnu Khaldun dalam muqoddimahnya mengatakan bahwa naluriah yang mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha dan hasil dari usahanya tersebut mencukupi kebutuhannya maka disebut rizqi dan apabila melebihinya disebut kasab (hasil usaha).

Dapat disimpulkan bahwa Rizqi merupkan suatu anugerah yang Allah berikan baik bersifat duniawi maupun ukhrowi. Allah membagikan rizqi kepada setiap makhluk-Nya sesuai dengan porsinya masing-masing.

Konsep Rezeki dalam kegiatan ekonomi yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 22 yakni ketika kita mau berusaha untuk memanfaatkan fasilitas yang Allah berikan dengan cara yang baik sesuai syariat.

Jika melihat hal di atas, pemakalah secara teologis mengikuti aliran Jabariyah, Qadariyah or Asy-Ariyah? Konsisten tidakkah pemakalahnya?

Kamis, 19 Maret 2020

Part 2: Cara kerja Sinkronik-Diakronik IAT B

Sinkronik dan Diakronik merupakan sebuah metode dan pendekatan yang ditawarkan oleh Linguistik Umum dalam memahami sebuah makna yang terkandung. Untuk pengertiannya, perhatikan pemaparan makalah sbg berikut:

Sinkronik (mabniyyat) adalah suatu sistem kata yang statis. Kata tersebut maknanya tidakberubah. Ia tidak punah dimakan oleh masa. Sementara diakronik (mutagayyirat) adalah kata yang tumbuh dan berubah bebas dengan caranya sendiri yang khas.

Sedangkan untuk penerapannya, pemakalah mengambil term Khalifah dan membaginya mejadi tiga periode: Pra, Qur'anic dan pasca, sebagaimana pemaparannya sbg berikut;

1. Periode Pra Qur’anik 
Dimana masa ini sebelum Islam datang, pada masa ini para penyair jahili dalam memahami arti kosakata salah satu media representative untuk digunakan.  Dalam mencari makna khalifah contoh syairnya 
ألا ليت زوجي من أ س ذوي غنى ... حديث الشباب طيب النشر والذكر
لصوق كباد النساء كأنه ... خليفة جان لا ينام على وتر
Artinya : Ingatlah, seandainya suamiku bagian dari orang-orang kaya . . . maka cerita yang beredar akanlah sangat indah baik pula sebutannya Dan akan selalu melekat di hati-hati para wanita … bahwa ia lah sang penjaga hati yang tak pernah tidur dalam kesendirian
Dalam syair tersebut, kata khalīfah memiliki arti sang penjaga atau sang
penguasa. Yaitu yang menjaga hati para wanita, yang menguasai hatinya,
sebagaimana tugas seorang suami pada umumnya.
2. Periode Qur’anik
Yaitu pada masa Islam datang, dengan membawa konsep baru dan apa yang sudah dibawa oleh masa jahiliah. Maka ada kata kunci Al-Qur’an yang berubah dari masa dulunya, namun tidak menghapus makna aslinya.  Pada pembahasan ini, kata khalīfah akan dikaji bagaimana maknanya yang digunakan dalam al-Qur`an Kata yang pada dasarnya terbentuk dari tiga huruf خ – ل – ف ini dalam berbagai bentuknya dan aneka ragam maknanya terulang penggunaannya dalam al-Qur`an sebanyak seratus dua puluh tujuh kali.
Kata خلف dalam Al-Qur’an artinya mengganti, Bentuk fi’il [ أستَخْلَفَ – یَسْتَخْلِفُ ] yang berarti 1) menjadikan berkuasa, Bentuk masdar-nya yaitu خّلْفٌ yang memiliki tiga makna dalam al-Qur`an yaitu generasi, belakang, yang akan datang. Banyaknya varian arti kata kholifah menunjukkan makna yang sama namun berbeda bahasa. Yaitu menggantikan, yang datang sesudah sebelumnya .Yaitu mereka (manusia) yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk menggantikan-Nya dalam hal menjaga bumi baik dalam segi memelihara lingkungan dan kelestariaannya.
3. Periode Pasca Qur’anik
Pada masa ini adalah sekarang, yaitu kata kholifah yang tidak pernah lepas dari polituk islam, yang menegakkan hukum islam, dalam periode ini muncul penampakan baru yaitu menggabung-gabungkan antara islam dengan politik. Pandangan kasus ini dikarenakan mengembalikan seperti pada masa kulafaurrasyidin, bahwa keputusan pemimpin oleh umat islam dan menggangap keputusan ini paling benar dan sah menurut agama. Pada periode ini makna khalīfah sebagai pengganti sudah tak lagi terlihat dan tergeser oleh kata pemimpin atau penguasa.

Melihat pemaparan pemakalah di atas, bagaimana kontekstualisasi dan atau peranan Semantik-Semiotik dalam memaknai term khalifah pada saat ini?

Senin, 16 Maret 2020

Kuliah Online Prinsip Ekonomi Perspektif al-Quran IAT A


 Oleh :


Nur Afifah (3118001), Sabbrina Laila rosa (3118002), Safa (3118044), Ailsa Ayu Pasadena,(3117006)


           
           1.      PENDAHULUAN
Kebiasaan masyarakat sekarang mengalami perubahan karena terpacu oleh adanya perkembangan teknologi, yang mana salah satunya berupa hal kebiasaan dalam melakukan suatu transaksi jual beli. Saat dulu transaksi jual beli harus dilakukan secara tatap muka  saling bertemu. Di mana  saat itulah terjadi peralihan barang secara langsung dari penjual kepada pembeli, yaitu pembeli harus bertemu dengan penjual di pasar nyata.
Saat ini semua beralih ke era di mana transaksi tidak lagi dilakukan secara langsung, akan tetapi lebih sering melalui media on-line. Sebuah pertemuan dalam transaksi saat ini tidak menjadi keharusan antara penjual dengan pembeli dalam melakukan transaksi, melainkan cukup dengan memakai teknologi internet langsung bisa terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Telah terdapat berbagai segala macam produk yang  disediakan dalam transaksi online sehingga tidak lagi melakukan penjualan secara tatap muka semata, melainkan sudah menggunakan teknologi untuk melakukan penjualan secara on-line.
Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin modern, seiring dengan lahirnya berbagai teknologi baru seperti smart-phone, tablet, dan berbagai gadget lainnya. Pada berbagai teknologi baru tersebut, konsumen dapat membeli berbagai fitur program dari pasar on-line yang terdapat pada berbagai teknologi tersebut baik secara gratis maupun berbayar.
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam melakukan transaksi yang semakin berkembang ini, ternyata turut pula menimbulkan berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang dapat muncul dalam transaksi on-line seperti (a) kualitas barang yang dijual, hal ini dikarenakan pembeli tidak melihat secara langsung barang yang akan dibeli. Penjual hanya melihat tampilan gambar dari barang yang akan dijual; (b) potensi penipuan yang sangat tinggi, di mana ketika pembeli sudah melakukan pembayaran namun barang tidak kunjung diantar kepada pembeli; (c) potensi gagal bayar dari pembeli, di mana ketika penjual sudah mengirimkan barang kepada pembeli namun pembayaran tidak kunjung dilakukan oleh pembeli.
Salah satu hal yang membedakan bisnis online dengan bisnis off line adalah proses transaksi (Akad) dan media utama dalam proses tersebut. Hal seperti ini membuat adanya perbedaan dalam prinsip ekonomi yang berlaku. Secara umum, bisnis dalam Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu.
          2.      PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM AL-QUR’AN
1)      Matlamat untuk mencapai Al-Falah
Al-falah dapat diartikan sebagai keridoan Allah didunia dan akhirat,,
Untuk mendapat al falah seorang muslim haruslah mempunyai nilai ibadah yakni kepatuhan kepada Allah, jadi apa saja perkara yang berkaitan dengan ekonomi jika itu memakai kepuasan hawa nafsu maka ia akan mendahulukan keperluan atau kepentingan rohani karana itu merupakan ibadah kepada Allah SWT.
Kata Al-falah sendiri memiliki banyak makna. Diantara maknannya adalah kemakmuran, keberasilan, atau pencapaian apa yang kita inginkan atau kita cari sesuatu dengannya kita berada dalam keadaan bahagia atau baik terus-menerus dalam baik menikmati ketentraman, kenyamanan, atau kehidupan yang penuh berkah kabadian, kelestarian, terus menerus dan keberlanjutan.
Q.S. al-Imran : 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinnya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Pada ayat diatas kata riba dihadapkan dengan falah. Larangan memakan riba dihadapkan dengan falah. Larangan memakan riba tidak saja yang berlipat, sesungguhnya adalah syarat bagi seseorang untuk memperoleh falah. Sebagaimana yang telah dijelaskan para mufassir, riba diharamkan karena kezaliman yang ditimbulkannya. Kerusakan yang ditimbulkan riba bukan saja menimpa debitur, tetapi juga krediturnya. .[1]
Tafsiran dalam tafsir al misbah adalah seandainya uraian tentang perang uhud telah selesai, maka ayat yang berbicara tentang riba ini, boleh jadi tidak membingungkan untuk dicari rahasia penempatannya disini, tetapi ayat-ayat yang berbicara tentang perang uhud, masih cukup panjang. Ini menjadikan sementara ulama memeras pikiran untuk mencari hubungannya, bahkan sebagian mereka kerana tidak puas dengan upaya atau pandangan ulama lain, berhenti dan berkesimpulan bahwa ayat ini tidak perlu dihubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya. [2]
2)      Pemilikan harta sebagai amanah
Didalam kepemilikan seorang muslim itu mereka akan mengi’tiqot atau mempercayai bahwa pemilikan mutlak akan segala sesuatu adalah milik mutlak Allah SWT.karana pemilikan mereka diatas dunia ini hanyalah pemilikan yang relitif. Sebagaimana disebutkan ayat tadi Seorang muslim di dunia ini hanyalah seorang wakil untuk memiliki barang-barang atau harta yang ada di dunia ini, jadi, dengan kepimilikan secara berwakil tersebut seorang muslim akan terdorong untuk menggunakan pendapatannya pada perbelanjaan yang hanya dibenarkan oleh syariat dan penilaian positif dari Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah SWT. Q.S. Al-hadid : 7
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Dalam tafsiran Il-Ibriz menjelaskan :
Siro kabeh podho tetepo anggone iman marang Allah Ta’ala lan utusane! Lan siro kabeh podhoho infaq (kanggo ngeluhurake agamane Allah Ta’ala) saking bondho-badha kang Allah Ta’ala wus ndadekake siro kabeh minongko dadi genti miliki bondho mau (saking wong-wong kang sakdurung iro kabeh. Lan ora wurung siro kabeh ugo bakal diganteni dening wong-wong kang sakbakdane siro kabeh, tumerap pemilike bondho-bondho iku). Wong-wong kang podho iman saking golongan iro kabeh lan podho infaq (nyokongake bondhone kanggo perang sabil) iku dheweke bakal nompo ganjara kang Agung.
     (Kisah) Zaman kedadeyan perang Tabuk, kanjeng Nabi nganjurake infaq fisabilillah, poro sahabat podho rerikitan lan podho akeh-akehan anggone infaq. Kolo iku shohabat Utsman nyokong telung atus unto, saklapake sak abah-abahane lan sak momotane pisan, kejobo iku isih di tambah sewu dhinar dhuwit.[3]
3)      Kebenaran dan hak
Seorang muslim hanya dibenarkan untuk menggunakan barang yang halal saja dan seorang muslim disyariatkan untuk meninggalkan perkara yang haram tetapi sekalipun ada terlihat macam ini tetapi ia tidak menghalang ataupun tidak menimbulkan kesukaran karna barang yang halal atau yang dibenarkan itu adalah jauh lebih banyak dari pada perkara yang haram, ini sebagaimana yang difirman Allah Q.S. albaqarah:173
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam tafsiran al ibriz menjelaskan :
Sakmestine kang den haramaken Allah Ta’ala merang siro kabeh, yoiku bathang, gethih, daging babi, lan hayawan  kang den beleh ora kerono Allah Ta’ala, balik kerono beraholo. Ananging sopo wong kang banget diharurate sahenggo lamun ora inggal-inggal mangan biso mati kaliren, banjur wong mau mangan kang dilarang dening Allah Ta’ala mau, ing halle dheweke ora golongane wong mampang lan ora wong nganingoyo, wong mau ra doso, satemene Allah Ta’ala iku akeh pangapurane lan akeh welase. (Tambihun) sawenehing menuso ono kang diharamaken Allah Ta’ala naming bathang, getih, daging babi, lan hewan kang disembelih ora kerono Allah Ta’ala, dheweke nuli duwe faham yen liyone kang katutur mau kabeh halal, upamane koyo macan, kucing, ulo, asu, kalajengking, kelabang, laler. Lan liya-liyane. Faham kang koyo mengkono iku keliru. Jalaran kejobo ayat iki, kanjeng Nabi Muhammad ugo ndhawuhaken harame hewan kang kuat landhep siunge, lan hewan kang kuat cengkereme. Ing mongko dhawuhe kanjeng Nabi iyo wahyu saking pangeran. Mulone kito ora keno gumampang naming faham dhohire ayat. Kanggo netepaken hokum, kito kudu nyelidiki ayat-ayat Al-Qur’an, Al-Hadis,Al-Ijma’, lan Al-Qias. Yen kito ora biso nyelidiki dhewe (pancen angel kang banget) jalaran saking kurange ngilmu, kito nderek bae marang dhawuhe imam-imam mujtahid-mujtahid, ora ngetes tinggal Al-Qur’an wal hadits, sebab dhawuhe imam-imam lan mujtahid-mujtahid iku haqiqote iyo bersumber saking Al-Qur’an wal- hadis.[4]
4)      Prinsip kebersihan
Tidak semua barang yang halal itu boleh digunakan dalam Islam. Brang yang halal tetapi kotor tidak dianggap sebagai barang pengguna dalam Islam, barang pengguna ialah barang yang halal dan bersih , kepentingan barang yang bersih diterangkan dalam al-Qur’an sebanyak 18 kali dalam al-Qur’an yang menyebut barang tersebut sebagai at-Tayyibat. Sebaimana firman Allah Q.S. Al Baqarah : 222
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Jika dicermati, olshop yang memiliki prinsip ekonomi Qurani, menurut pemakalah, harus berprinsip:
1.      Mencari ridho Allah (al-Falah)
2.      Harta adalah amanah
3.      Kebenaran dan Hak
4.      Kebersihan
4 prinsip tersebut, diyakini oleh pemakakalah, dapat bersanding dengan 10 prinsip ekonomi konvensional
Apakah setuju dengan pernyataan di atas? Atau ada yang kurang? Atau ada yang kurang tepat penafsiran ayatnya?


[1] Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, tafsir ayat-ayat ekonomi al-Qur’an, (Bandung : Citapustaka mudia perintis ), hlm 75
[2] M. Quraisy shihab, Tafsir al-Misbah, jld. 2m hal. 213
[3] KH. Bisri Mustofa, Al-Ibriz terjemah al-qur’an bahasa jawa latin
[4] KH. Bisri Mustofa, Al-Ibriz terjemah al-qur’an bahasa jawa latin