Tampilkan postingan dengan label MklIH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MklIH. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Februari 2020

RPS Sirah Nabawiyyah

Berikut adalah RPS, Pembagian Kelompok dan Referensi MK Sirah Nabawiyyah, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, IAIN Pekalongan, semester Genap Kalender Akademik 2019-2020.

1. RPS Sirah Nabawiyyah
2. Pembagian Kelompok
3. Referensi



 

Senin, 26 Agustus 2019

RPS dan Pembagian Kelompok MK Hermeneutika

Berikut ini RPS dan Pembagian Tugas MK Hermeneutika Kalender Akademik 2019-2020, Semester Agama.

RPS dapat di download Disini
Pembagian Tugas dapat di download Disini

Selasa, 02 April 2019

Larangan Menunda Membayar Hutang Bagi Yang Sudah Mampu Membayarnya Dalam Perspektif Hadis Nabi


A. Pengantar
Bagaimana sebenarnya Islam memandang orang yang mempunyai sikap menunda-nunda membayar hutang. Dalam kajian yang singkat ini, penulis akan melihat permasalahan ini dengan perspektif hadis Nabi dalam shahih Bukhari, Bab Bab al-hawalah no. 2125
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Abi Zinaj dari al-A’raj dari Abu Hurairah R.A, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “menunda-nunda hutang bagi orang kaya adalah kedhaliman, apabila hutang itu dialihkan kepada orang yang mampu, hendaklah (pemberi hutang) mengalihkannya”.

Dalam kajian singkat ini, penulis mencoba untuk mengkaji hadis diatas dalam ranah kritik matan. sebuah studi untuk memastikan otentisitas hadis Nabi perspektif Matan, bukan sanad, bukan juga bagaimana pemahaman ajaran yang terkandung dalam hadis di atas. 
B. Pembahasan

Beberapa ulama hadis sudah memberikan tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kesahihan suatau matan hadis.  Salah satu lama yang mempunyai konsep diterimanya suatu matan hadis adalah Salahuddin al-Adlabi. Menurut beliau syarat diterimanya suatu matan hadis, apabila :
a.       Tidak bertentangan dengan petunuk al-Qur’an
b.      Tidak bertetangan dengan sirah Nabi atau hadis yang lain
c.       Tidak bertentangan dengan indera, akal sehat dan fakta sejarah.
d.      Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Tolak ukur yang pertama adalah tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an. Hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Hurairah yang berisi larangan menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang sudah mampu membayarnya dan diperbolehkannya memindahkan hutang kepada orang lain, adalah suatu hadis yang secara tidak langsung mengajarkan kepada kita agar tida berbuat sewenamg-wenang kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-maidah ayat pertama
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
                Perjanjian disini selain perjanjian antara manusia dengan Allah, juga perjanjian antara manusia dengan sesama manusia. Dalam konteks hadist ini, adalah perjanjian untuk melunasi hutang apabila sudah jatuh tempo. Maka bagi orang yang sudah ada kemampuan untuk membayar hutang, hendaklah dia segera melunasi hutangnya tersebut. Karena apabila ada orang yang sudah mampu membayar hutang, akan tetapi dia masih saja menunda untuk membayar, tentu akan membuat si pemberi hutang sakit hati. Padahal membuat orang lain susah adalah sesuatu yang sangat dilarang oleh agama. Dalam hal ini Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 56 berfirman
وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
            Dalam tafsirnya, imam al-Alusi menafsirkan dalam tafsirnya sebagai berikut
{ وَلاَ تُفْسِدُواْ فِى الارض } نهى عن سائر أنواع الافساد كإفساد النفوس والأموال والأنساب والعقول
            Artinya membuat kerusakan terhadap harta orang lain adalah sesuatu yang dilarang oleh agama. Perlindungan harta benda juga menjadi salah satu dari maqashid al-syari’ah. Sehingga dalam konteks ini menunda membayar hutang bagi orang yang sudah mampu untuk membayarnya adalah sesuatu yang wajib, dan apabila menundanya dilakukan dengan sengaja dengan maksud untuk mengulur-ngulur waktu, maka menurut penulis termasuk perbuatan berdosa
                Tolak ukur yang kedua adalah tidak bertentangan dengan sirah nabawi atau hadis lain. Sejarah pernah mencatat sebagaimana terdokumentasi dalam sunan Ahmad juz III / 330. bahwa Rasulullah pernah hendak mensholati suatu jenazah, namun beliau batal untul mensholati jenazah tersebut, karena si jenazah masih mempunyai hutang terhadap orang lain, Rasulullah mau mansholati jenazah tersebut setelah bu Qatadah mau menanggung hutang si mayit. Setiap kali Rasulullah bertemu dengan Abu Qatadah, Rasulullah pasti bertanya, apakah hutang si mayit telah dilunasi ? sampai pada suatu kesempatan Abu Qatadah menjawab, bahwa hutang si mayit telah dilunasi. Mendengar jawaban itu Rasulullah bersabda “sekarang sudah segar kulitnya”. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori hadist nomer 789 diceritakan Dari 'Aisyah r.a. isteri Nabi saw, bahwa Rasulullah saw. sering berdo'a dalam shalat, "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku juga berlindung kepada-Mu dari kejahatan Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan lilitan hutang." Ada seorang yang bertanya kepada beliau, "Mengapa Anda sering kali berlindung kepada Allah dari lilitan hutang?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya apabila seseorang terlilit hutang, maka bila berbicara ia akan berdusta dan bila berjanji ia akan pungkiri," [1].
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim hadis nomer 3497 diceritakan dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw. berdiri di hadapan mereka dan berbicara, "Sesungguhnya jihad fi sabilillah dan iman kepada Allah adalah amal yang paling utama." Bangkitlah seorang laki-laki dan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu bila kau gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?" Rasulullah saw. menjawab, "Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah sedang engkau sabar dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri." Kemudian Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Apa yang engkau katakan tadi?" Ia mengulanginya, "Bagaimana menurutmu bila aku gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?" Rasulullah menjawab, "Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah sedang engkau sabar dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri kecuali hutang. Sesungguhnya begitulah Malaikat Jibril menyampaikannya kepadaku tadi," [2]. Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud, Rasulullah bersabda “sesungguhny dosa yang berat di sisi Allah sesudah dosa besar adalah laki-laki yang mati yang masih mempunyai tanggungan hutang
Dalam hadis lain yang diiwayatkan oleh Abu Dawud (3144), an-Nasa’I (4610,4611), Ibnu Majah (2418), Ahmad (17267, 18637, 18644) Rasulullah bersabda

3144 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ وَبْرِ بْنِ أَبِي دُلَيْلَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ يُحِلُّ عِرْضُهُ يُغَلَّظُ لَهُ وَعُقُوبَتَهُ يُحْبَسُ لَهُ
[menunda bagi orang yang mampu adalah kezaliman, ia halal kehormatannya dan dihukum
            Dari hadis di atas penulis menyimpulkan bahwa orang menunda membayar hutang sampai si penghutang meninggal dunia adalah dosa yang berat tanggungannya di akhirat. Bahkan karena besarnya dosa penunggak hutang pahala jihad fi sabilillahpun tidak dapat menutupinya. Ini adalah bagi mereka yang menunggak untuk membayar hutang bagi orang yang tidak mampu. Sementara bagi orang mampu untuk membayarnya dan menunda untuk membayarnya merupakan sesuatu tindakan pidana. Oleh karena itu, orang tersebut bisa diajukan ke pengadilan agar orang tersebut merasakan akibat perbuatannya tersebut. Hukuman pidana ini adalah hukuman di dunia. Apabila sampai meninggal dunia dia masih belum melunas hutangnya, maka azab Allah tentu telah menunggunya.
            Tolak ukur yang ketiga adalah tidak bertentangan dengan akal sehat, panca indera dan fakta sejarah. Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga. Hutang adalah suatu cara untuk memnuhi kebutuhan hidup. Pada daasarnya hutang berhukum mubah, namun dalam keadaan tertentu hukumnya bisa berubah sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapi. Meskipun hutang adalah akad yang diperbolehkan oleh Islam, namun Rasulullah sebagai teladan umat Islam sangat tidak menganjurkan untuk berhutang. Hal ini beliau buktikan dalam do’a beliau yang meminta perlindungan kepada Allah agar terhindar dari hutang. Untuk konteks saat ini mungkin hutang adalah hal yang biasa bagi sebagian golongan masyarakat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan barang sekunder bahkan tersier mereka melakukannya dengan akad hutang. Apabila akad hutang dilakukan dengan sebuah lembaga keuangan, maka permasalahan pengembalian hutang bukanlah sesuatu yang sulit. Artinya apabila pihak yang mengutang tidak tepat waktu dalam mengembalikan pinjaman, maka lembaga keuangan bisa melakukan sita terhadap aset orang yang berhutang.
 Permasalan hutang menjadi sangat rumit apabila hanya melibatkan antar personal. karena kalau diantara kedua pihak itu mempunyai hubungan personal yang baik, maka apabila pihak penghutang tidak tepat waktu dalam membayar hutang, biasanya sipemberi hutang akan merasa segan untuk menagih hutang. Hadis di atas bisa meenjadi peringatan bagi mereka yang melakukan akad hutang dengan prang lain agar tidak bermain-main dengan hutang dengan jalan menunda-nunda untuk membayar hutangnya padahal mempnyai kemampuan untuk membayarnya. Hadis riwayat imam Bukhori dari Abu Hurairah telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak orang lain berkaitan dengan harta benda. Tidak seorangpun di dunia ini yang ingin dianiaya oleh orang lain, dan hadis di atas telah memberikan jaminan kepada kita bahwa Islam melindungi kita dari sikap zalim yang mungkin dilakukan oleh orang lain. Selain itu hadis di atas telah mengajarkan kepada kita tentang prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Hadis riwayat imam Bukhari dari Abu Hurairah inisarat dengan muatan edukatif dan masih layak untuk terus diamalkan oleh masyarakat yang hidup pada abad modern. Hal ini karena hampir sebagian besar umat Islam dalam memnuhi kebutuhan hidupnya dilakukan dengan jalan hutang. Ditambah dengan semakin mudahnya akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan hutang dari lembaga keuamgan, baik itu Bank, koperasi, bahkan tidak sedikit toko, swalayan, dealer kendaraan bermotor atau dealer barang elektronik yang menjual barang-barangnya dengan jalan hutang (kredit). Hadis-hadis yang tercantum di atas bisa menjadi filter bagi masyarakat agar tidak memnuhi keinginannya dengan jalan hutang, karena terlalu berat ancamannya apabila tidak bisa melunasinya,
            Tolak ukur yang keempat adalah, hadis tersebut menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian. Apabila kita perhatikan hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah di atas sudah menunjukkan cirri-ciri sabda kenabian. Hal ini bisa dilihat dari kesederhanaan redaksi matannya, serta kandungan hadis yang masih sangat bisa diterma oleh akal manusia.
            Berdasarkan kritik matan di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah bersifat shahih dan maqbul. Sebab hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis lain dan dalam kandungan redaksi matannya tidak terdapat sesuatu hal yang dapat mengurangi keabsahan hadis tersebut.selain itu, hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an, akal sehat


[1] Maktabah syamilah al-itsdar al-tsani
[2] Maktabah syamilah al-itsdar al-tsani


Senin, 04 Maret 2019

Pengantar Kajian Sirah Nabawiyyah



Setiap umat Islam selalu merindukan untuk bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dan kerinduan untuk bertemu itulah yang membawa mereka untuk mengenal lebih jauh dari sosok yang dirindukan. Hal itu wajar, Nabi Muhammad SAW merupakan manusia terpilih dari pilihan manusia yang ada di muka bumi. Islam dan al-Quran telah berhutang budi kepadanya meskipun keterpilihan Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Ilahiyah tidak dapat dihindarkan. Atas keterpilihannya pula, Nabi Muhammad SAW mendapatkan “hadiah spesial” dari Allah SWT, yaitu berbagai keistimewaan-keistimewaan yang tidak dapat diperoleh manusia tidak terpilih, bahkan berbeda juga dengan manusia pilihan-pilihan lainnya, seperti keistimewaan Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan sebagainya.
Dalam kajian Islam, untuk mengenal lebih dekat Nabi Muhammad, keistimewaan-keistimewaan, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan semua kehidupan Nabi Muhammad SAW biasa diistilahkan dengan mempelajari Sirah Nabawiyah.  Secara leksikal, sirah dalam kamus al-munawwir diartikan sebagai perjalanan dan memiliki padanan kata dengan الذكر و السمعة (Nama, Reputasi, Kemasyhuran), السلوك (Tingkah Laku), القصة (Kisah), التاريخ(Sejarah, Cerita), الطريق و المذهب (Jalan, Cara) dan الهيئة (Bentuk, Rupa). Secara terminologi, sirah nabawiyyah adalah Ilmu untuk mempelajari Kehidupan Nabi Muhammad SAW; Biografi, Keistimewaan-keistimewaan, Kepribadian, Tingkah Lakunya, Kisah perjalanan, Metode yang digunakan oleh Nabi (Dakwah, Mendidik, dan Bertabligh), dan Cerita-cerita terkait para Sahabatnya.
Sekilas, sirah nabawiyyah sama halnya dengan kajian tokoh-tokoh lainnya, seperti kajian biografi kehidupan tokoh pada umumnya. Namun apakah benar mengkaji Nabi melalui Sirah Nabi hanya sekedar untuk mengetahui kehidupan Nabi beserta keistimewaan-keistimewaannya saja?
Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah mengatakan:
“tujuan utama mempelajari sirah nabawiyyah bukanlah sekedar mengungkap peristiwa-peristiwa bersejarah tentang Muhammad. Ia juga bukan untuk menonjolkan sisi-sisi superioritasnya dibanding manusia lainnya. Mengkaji sirah nabawiyyah haruslah diarahkan pada pengungkapan nilai-nilai historis dan -sekali lagi- bukan fakta-fakta historis belaka”
Dengan demikian, bahwa mengkaji sirah nabawiyyah tidak sama dengan kajian tokoh pada umumnya. Lebih rinci, Ajid Thohir membuat beberapa tujuan yang dicapai dalam mengkaji sirah nabawiyyah, yaitu:
1.        Memahami Kepribadian Nabi Muhammad.
2.        Memperoleh potret ideal dari tipe-tipe ideal yang berhubungan langsung dengan aspek-aspek kehidupan
3.        Sebagai jalan untuk memahami ayat-ayat al-Quran dan tujuan-tujuan diturunkannya
4.        Memperoleh pengetahuan Islam yang benar
5.        Memperoleh potret idela (uswah hasanah) dalam menjalani kehidupan
6.        Membenarkan dan meyakini keistimewaan-keistimewaan yang diperoleh Nabi Muhammad
Dengan demikian, sudah sangat jelas tujuan dari sirah nabawiyyah dengan kajian tokoh lainnya, bahkan dengan beberapa cara penulisan kehidupan tokoh yang sudah ada, seperti manaqib, tarjamah, dan thabaqat.
Model
Struktur
Obyek
Tokoh
Fokus
Sirah
Kelahiran, keluarga, perjuangan, keberhasilan, dan kematian
Nabi Muhammad SAW
Personal
Perjalanan hidup yang lengkap dan dalam.
Thabaqat
Sepintas kelahiran dan pendidikan, keistimewaan, keahlian, pemikiran.
Sahabat, Komunitas, Ilmu, Mahzab.
Komunal Personal
Pengelompokan kehidupan generasi, profesi keahlian, atau mahzab
Tarjamah
Kelahiran, sepintas perkembangan, perjuangan, keahlian dan kematian
Tokoh tertentu, biografi Umum
Personal
Biografi singkat seseorang. Digunakan dalam pengenalan ringkas
Manaqib
Sepintas kelahiran, perjalanan keilmuan, keistimewaan, kepribadian, karamah, nasehat, perjuangan, ajaran
Tokoh Sufi dan Fikih
Personal
Kumpulan karamah, bersifat empirik-non empirik, spiritualitas. 




















Oleh karena itu, mengkaji sirah nabawiyyah harus memperbanyak data-data dari pembacaan al-Quran, tafsir, hadis-hadis Nabi, kitab-kitab sirah dan data sejarah, sosial dan kebudayaan. Dengan memperbanyak data bacaan di atas, maka tidak hanya sosok Nabi yang akan tergambarkan sebagai sosok Nabi dan Rasul, tetapi sosok Nabi lainnya serta potret ideal Islam praksisnya seperti apa. 
Daftar Bacaan:
Ajid Thohir, Sirah Nabawiyyah: Nabi Muhammad SAW dalam Kajian Ilmu Sosial-Humaniora, Bandung: Penerbit Marja, 2014
Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, "Sirah Nabawiyyah dan Demitologisasi Kehidupan Nabi", dalam Journal of Qur'an dan Hadith Studies, Vol. 1, No. 2, 2012