Tampilkan postingan dengan label IAIN.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IAIN.. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Maret 2020

Part 3: kuliah Bahasa al-Quran IAT A


Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam keseharian manusia, baik itu dalam usaha bisnis, berinteraksi dengan teman, bahkan dengan penyandang cacat. Dalam Bahasa Indonesia kata Bahasa mempunyai beberapa makna atau pengertian. Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi. yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Lambang- lambang bunyi bahasa berwujud kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.[1]
Setidaknya ada dua teori tradisional yang menyatakan tentang kelahiran bahasa, yakni hipotesis monogenesis dan hipotesis poligenesis. Ening Herniti mengutip sumarsono memaparkan bahwa berdasarkan hipotesis monogenesis semua bahasa di dunia ini berasal dari satu bahasa induk dan menyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa.[2] Sehingga menurut teori ini sejak generasi pertama manusia sudah dibekali kemampuan berbahasa, dan bahasa inilah yang diwariskankan kepada keturunan mereka (manusia).
Sedangkan hipotesis Poligenesis, masih menurut Ening Herniti adalah hipotesis yang menyatakan bahwa bahasa-bahasa yang berlainan lahir dari berbagai masyarakat, juga berlainan secara evolusi. Menurut teori ini, bahasa di dunia ini tidak mungkin berasal dari satu bahasa induk. Asal-usul bahasa itu sangat berlainan, bergantung pada faktor-faktor yang mengatur pertumbuhan bahasa itu.[3]

Membicarakan al-Quran yang menarik salah satunya adalah berbicara mengenai bahasa. Banyak cerita teologis mengenai perdebatan tsb yang bermuara nantinya pada al-Quran itu Qadim atau Hadis. Jika dilihat dari pemaparan pemakalah di atas, menurut anda bahasa al-Quran terkategorikan? Silahkan berdiskusi



[1] Abdul Chaer, “Linguistik Umum” 2, no. 2 (2011): hlm. 1.
[2] Ening Herniti, “Bahasa Dan Kelahirannya,” hlm. 112-113.
[3] Ening Herniti, hlm. 112.

Selasa, 24 Maret 2020

Part 3: Hadis Perspektif Jumlah Perawi (PBA B)

Pembagian Hadis dapat dilacak dengan dua sudut pandang. Pertama, Jumlah perawi dan, Kedua, Kualitas Perawi. Untuk pembagian hadis dilihat dari sudut jumlah perawi, simak penjelasan pemakalah sebagai berikut:

Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadist ditinjau dari segi kuantitasnya ini. Maksud tinjauan dari segi kuantitas di sini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadist. Para ahli ada yang mengelompokkan menjadi dua bagian, yakni hadist mutawatir dan hadist ahad.

Hadis Mutawatir, menurut pemakalah adalah:
  
 “Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak yang diyakini tidak akan sepakat berbuat dusta dari perawi yang semisalnya, dari awal sanad hingga akhirnya. Yang periwayatannya disandarkan kepada pengamatan indrawi” (By Nuruddin Itr)
 

Mari kita berbicara mengenai hadis ahad.



“Khabar yang jumlah perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadist mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadist mutawatir”. (By Khatib al-Baghdadi)


Mari diskusi dengan sebuah perumpamaan:
- jika ada sebuah hadis yang jumlah sanadnya dari Sahabat 1, Tabiin 5, Atba al-Tabiin 5, diberikan istilah hadis apa?